Penelitian pada 167 bayi usia 1-2 tahun di Bali menunjukkan bahwa diantara beberapa penyebab keterlambatan bicara, penggunaan gawai lebih dari 2 jam per hari merupakan penyebab dengan nilai paling tinggi (Putu Dianisa Rosari Dewi et al., 2023). Namun, fenomena yang banyak terlihat di tempat umum, justru banyak balita bahkan bayi terlalu asyik dengan gawai, misalnya saat di restoran atau duduk di kereta dorong. Bahkan sering anak-anak ini minim diajak mengobrol oleh orang tuanya. Bila penggunaan gawai tidak dikendalikan dan terus berlanjut di rumah, tentu semakin mengurangi bentuk stimulasi anak secara langsung seperti bermain dengan orang tua, saudara, caregiver, dan juga lingkungan sekitarnya. Penggunaan gawai yang menyebabkan minimnya interaksi dua arah tentu dapat menghambat perkembangan anak terutama pada anak usia dini.
Interaksi dengan Orang Tua
Orang
tua menjadi faktor utama dalam perkembangan anak terutama pada anak usia dini.
Interaksi dua arah anak dan orang tuanya dibutuhkan untuk membangun kedekatan
emosional, mengenalkan anak dengan lingkungannya, dan mengoptimalkan
perkembangan kognitif anak melalui stimulasi langsung. Qin
et al. (2025) melakukan
penelitian intervensi pada 198 siswa prasekolah bersama orang tuanya
dengan melakukan perbandingan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Ada
beberapa bentuk intervensi interaksi yang harus dikerjakan partisipan, seperti membacakan
buku setiap hari, orang tua terlibat memilih mainan lalu bermain bersama, memberikan
dukungan pada aktivitas harian, sampai pergi ke kebun binatang bersama.
Hasilnya menunjukkan interaksi kuat anak dan orang tua dapat secara efektif
meningkatkan kemampuan bahasa, keterampilan sosial, kecerdasan, dan
perkembangan saraf pada siswa prasekolah. Oleh karena itu, pendekatan ini direkomendasikan
untuk diimplementasikan secara luas pada setiap keluarga.
Lalu,
bagaimana bila orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk bermain dan melakukan
stimulasi langsung pada anaknya? Tentu gawai dapat menjadi salah satu alat
bantu stimulasi melalui lagu anak, games, film, dan konten edukasi
lainnya yang saat ini semakin banyak tersebar di internet. Tinjauan sistematis
yang dilakukan Clemente-Suárez et al. (2024) menunjukkan bahwa
integrasi perangkat digital ke dalam kehidupan sehari-hari telah terjadi secara
cepat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan anak-anak. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan perangkat ini sebagai alat belajar dalam
pendidikan anak dapat meningkatkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan
pemecahan masalah. Namun, hasil tinjauan ini juga memiliki kata kunci, yaitu penekanan
atas keterlibatan orang tua dan kualitas interaksi orang tua dengan anak.
Artinya, penggunaan gawai ini diperbolehkan asal hanya berupa alat bantu orang
tua melakukan stimulasi pada anaknya. Saat anak menggunakan gawai, mereka tetap
perlu didampingi orang tua sehingga penggunaan gawai dapat tepat sesuai
tujuannya.
Vicky
et al. (2023) meneliti
siswa prasekolah usia 4-6 tahun yang sudah lancar dalam menggunakan gawai tentang
penggunaan gawai untuk proses belajar. Hasilnya, penggunaan gawai dapat
meningkatkan minat belajar pada anak usia dini dan dapat menjadi perangkat
belajar secara efektif. Namun, penggunaan gawai sebagai alat belajar dapat
memunculkan risiko lain. Tampilan pada gawai dengan warna-warni terang,
berbagai macam suara lucu, juga games seru tentu sangatlah menarik untuk
anak. Sehingga orang tua juga menghadapi risiko adiksi, yaitu keinginan anak
untuk tidak mau berhenti memainkan gawai. Hal ini akan membatasi interaksi dua
arah anak dengan manusia lain dan lingkungan sekitar.
Menurut
penelitian Theopilus
et al. (2024), anak kecil sangat rentan dengan
ketergantungan internet dikarenakan belum memiliki pengendalian diri kuat,
literasi digital terbatas, fungsi kognitif masih belum berkembang sempurna, dan
pengaruh keluarga serta lingkungan. Oleh karena itu, American Academy of
Pediatrics (2013, seperti dikutip pada penelitian Gamirova
et al. 2021), merekomendasikan untuk meniadakan penggunaan
perangkat seluler pada anak berusia 0-2 tahun dan membatasi penggunaannya satu
jam per hari untuk anak berusia 3-5 tahun. Stimulasi pada anak usia dini
sebaiknya difokuskan pada kegiatan komunikasi langsung yang berbasis objek dan
aktivitas. Perkembangan bicara anak akan ditentukan oleh interaksi anak dengan
orang dewasa, yaitu tindakan yang berorientasi objek, pemahaman tentang tujuan
objek, serta komunikasi verbal. (Gamirova
et al., 2021)
Gawai
saat digunakan oleh anak usia dini ternyata masih kuat hubungannya dengan hambatan
perkembangan anak. Banyak jenis stimulasi anak usia dini yang dapat dipilih
yang bersifat interaksi dua arah seperti bermain, membaca buku, aktivitas
fisik, dan kegiatan motorik halus. Sebisa mungkin pengenalan gawai dilakukan
pada anak dengan usia lebih tua.
Namun,
orang tua juga tidak dapat menutup mata atas perkembangan teknologi di dunia
digital saat ini. Begitu juga dengan anak yang melihat banyak orang memiliki
gawai. Sehingga untuk orang tua yang memilih menggunakan gawai pada anaknya harus
menyadari bahwa gawai digunakan bukan untuk menggantikan peran orang tua. Orang
tua harus tetap melakukan pendampingan setiap kali anak mengakses gawainya, menggunakan
gawai sebagai alat belajar dengan konten edukasi yang sesuai, dan disiplin membatasi
waktu penggunaan gawai dengan mengikuti saran dari para ahli sehingga
penggunaan gawai tepat sesuai tujuannya.
Daftar Pustaka
Clemente-Suárez,
V. J., Beltrán-Velasco, A. I., Herrero-Roldán, S., Rodriguez-Besteiro, S.,
Martínez-Guardado, I., Martín-Rodríguez, A., & Tornero-Aguilera, J. F.
(2024). Digital Device Usage and Childhood Cognitive Development: Exploring
Effects on Cognitive Abilities. Children, 11(11), 1299.
https://doi.org/10.3390/children11111299
Gamirova, R. G., Gorobets, E. A.,
Skhirtladze, A. V., Prusakov, V. F., & Volgina, S. Ya. (2021). Features of
cognitive development in children of early and preschool age using gadgets. Rossiyskiy
Vestnik Perinatologii i Pediatrii (Russian Bulletin of Perinatology and
Pediatrics), 66(5), 163–167.
https://doi.org/10.21508/1027-4065-2021-66-5-163-167
Putu Dianisa Rosari Dewi, Soetjiningsih,
Ida Bagus Subanada, I Made Gede Dwi Lingga Utama, I Wayan Dharma Artana, I Made
Arimbawa, & Ni Nyoman Metriani Nesa. (2023). The relationship between
screen time and speech delay in 1-2-year-old children. GSC Advanced Research
and Reviews, 14(2), 001–006.
https://doi.org/10.30574/gscarr.2023.14.2.0039
Qin, Y., Yu, Q., & Qiu, T. (2025). A
Longitudinal Study on the Influence of Parental Interaction on Preschool
Children’s Cognitive Development: A Retrospective Analysis. Clinical
Pediatrics, 64(8), 1144–1151.
https://doi.org/10.1177/00099228251322607
Theopilus, Y., Al Mahmud, A., Davis, H.,
& Octavia, J. R. (2024). Digital Interventions for Combating Internet
Addiction in Young Children: Qualitative Study of Parent and Therapist
Perspectives. JMIR Pediatrics and Parenting, 7, e55364.
https://doi.org/10.2196/55364
Vicky, D., Adrianna, H., & Phan, B. (2023). Use of Gadgets by Early Childhood in the Digital Age to Increase Learning Interest. Scientechno: Journal of Science and Technology, 2(1), 17–34. https://doi.org/10.55849/scientechno.v2i1.58
Note: Tulisan dibuat untuk tugas mata kuliah Esai Argumentatif pada kuliah matrikulasi S2 Psikologi Universitas Indonesia Agustus 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar