Jumat, 17 Juni 2022

Tidak Ada Sekolah yang Sempurna

Tidak ada sekolah yang sempurna, sama seperti tidak ada orangtua yang sempurna.

Pengalamanku bersama total 1 TK dan 3 SD membuatku belajar, bahwa di setiap sekolah pasti akan ada tim orangtua pro dan kontra. Tim orangtua pro biasanya sangat cocok dengan program sekolah, mengikuti banyak kegiatannya, bila ingin memberikan masukan kepada sekolah maka akan melalui jalur yang benar dan dalam suasana yang positif. Sebaliknya tim orangtua kontra, biasanya sangat vocal terhadap banyaaak kebijakan sekolah, tentang kurikulum, biaya, dan banyak hal lainnya, dan saat menyampaikan kadang menggunakan cara yang lebih tegas atau kadang membuat suasana kurang menyenangkan bagi sekolah dan orangtua.

Lalu kenapa aku sampai pernah menyekolahkan anakku di 3 SD? Apakah berarti aku tim orangtua kontra yang tidak puas dan akhirnya memindahkan anakku?

Bisa iya, bisa tidak 😊

Gini lho. Saat aku memilih sekolah anakku, tentunya belum kebayang nantinya akan memindahkan dia. Jadi yang bisa aku lakukan adalah menjadi orangtua yang seobjektif mungkin terhadap sekolah anakku. Aku berusaha untuk seaktif mungkin dan sangat mau terlibat dengan kegiatan-kegiatan sekolah. Tapi bila ada sesuatu yang menurutku kurang tepat, sebisa mungkin akan kusampaikan. Menurutku, walaupun yang bersekolah adalah anak, orangtua pun juga ikut belajar dan bersekolah, terutama untuk usia TK dan SD.

1 TK dan 3 SD. Apakah hanya survey ke 4 sekolah itu? Oo tentu tidak! Hehehe. Bila ditotal dengan sekolah yang kusurvei, total sepertinya aku pedekate bisa sampai 10 sekolah. Saat melakukan survey sekolah pun, aku sebisa mungkin mencari pandangan dari tim orangtua pro dan kontra. Ada yang berapi-api bilang sekolahnya jelek, jangan mau sekolah disitu karena bla bla bla. Di sisi lain, ada yang berapi-api memuji sekolah itu.

Lalu bagaimana akhirnya menentukan pillihan?

1.     Diskusi bersama pasangan, pendidikan seperti apa yang kita mau untuk anak. Ini prosesnya panjang kali lebar karena harus menyamakan prinsip-prinsip dari dua jenis pengasuhan yang mostly berbeda karena beda keluarga. Dan di saat yang sama, kami pun harus mengenali benar-benar kondisi anak.

2.    Browsing. Internet dan tanya sana sini. Catat alternatif sekolah dan detail yang masuk ke kriteria kami. Detail ini tuh hal2 kayak bahasa, uang pangkal, SPP, fasilitas sekolah, jam masuk&pulang, dll.

3.    Sebisa mungkin, datangi langsung dan survei ke sekolahnya. Ngobrol sama guru dan karyawan, ikuti open housenya, feel the experience of the school.

4.    Sort list opsi sekolah. Bersama pasangan berdasarkan pertimbangan nomor 1 dan hasil survei.

5.     Saat sudah menentukan menjadi 2-3 opsi, libatkan sang anak. Ceritakan tentang sekolahnya, kemungkinan tes masuknya, juga ajak ke sekolahnya. Sebaiknya jangan ajak anak untuk survei ke banyak sekolah.

6.      Doa 😊


Mengenali kondisi anak. Ini sesuatu yang juga menantang. Masalahnya saat menjelang usia SD sekitar 5-6 tahun, pada umumnya anak belum terlalu kelihatan potensinya dan kita harus mencari sekolah yang akan mendampingi kita mengasuh anak selama 6 tahun ke depan. Wow, ini hal berat lho. 6 tahun usia emas anak akan berada di 1 lingkungan, ini semacam pertaruhan hidup mati buatku sih, hahaha lebay ya. Tapi beneran deh.

Yes, sekolah mendampingi orangtua, jangan terbalik. Jangan sampai anak sudah di kelas 4, lalu orangtua baru teriak-teriak kok anaknya gak bisa apa-apa, kok anaknya begini, kok begitu. Apakah orangtua sudah introspeksi bagaimana si anak dari kelas 1-4? Apakah orangtua benar-benar mendampingi anaknya atau hanya menyerahkan ke sekolah dengan pemikiran “ah sekolah mahal pasti semua beres”.

 

Jadi buat orangtua yang sedang mempertimbangkan mencari sekolah untuk anaknya, semoga mengingat bahwa anak dititipkan ke kita. Anak akan menjadi seorang pemimpin di masa depan. Dan saat ini adalah usia emasnya.

Jangan sampai anak-anak menjadi korban ambisi kita, ketidakpedulian kita. Cari tau sebanyak mungkin, filter sebanyak mungkin. Jangan takut memilih sekolah yang sesuai kata hati kita namun tidak sesuai dengan masukan-masukan dari orang di sekitar kita. At the end, kita yang akan berinteraksi dengan anak kita sepanjang hayatnya kan 😉

 

 

 

Rabu, 12 Januari 2022

SD Untuk Anakku

 Akhir 2020, Danang merestui cita-citaku untuk memindahkan Neil ke sekolah Cikal Serpong. Yes, itu cita-citaku dari dulu, yang akhirnya diaminin oleh pak D.

Neil gimana? Dengan latar belakang Neil yang sudah banyak ikut tes masuk dan pernah tidak diterima di bbrp sekolah, berjuang banyak terapi dari kecil, lalu juga sudah pernah pindah sekolah saat kelas 2 SD, mendengar rencana untuk pindah lagi di kelas 5, tentu gak mudah untuknya. Walaupun dia tetap berusaha sebaik mungkin saat assessment masuk Cikal (thank you, Kakak), Neil lebih memilih minim bereaksi saat bbrp kali papa mama menjelaskan pelan-pelan kenapa Cikal. Neil memilih memberontak dengan diam. 'Terserah, bebas, hmm'. 😟

Singkat cerita, petualangan Neil di Cikal resmi dimulai di Juli 2021. Dan ternyata petualangan ini juga menjadi petualangan papa, mama, bahkan adik Evan. Kami belajar tentang sekolah yang benar-benar berbeda. Kami yang sebelumnya fasih sistem belajar book based harus membiasakan hal baru, seperti banyak kelas persiapan murid dan orang tua, serba terdigitalisasi, project based, sampai sistem sekolah yang rapi dan well prepared. Jujur, papa mama saja keteteran untuk catch up 😅, kadang kami harus bahas sampai malam untuk beresin 'tugas2' orangtua yang ketinggalan.

Neil gimana? Baru 5 bulan bersekolah disitu, tapi skill Neil tumbuh pesat, skill presentasi, bersosialisasi, bekerja dalam grup, english skill, sampai literasi digital. Seorang Neil yang introvert, sangat excited untuk ikut PTMT dan bertemu guru dan teman barunya adalah hal yang membahagiakan buat kami. Neil yang dulu lebih banyak ucap 'terserah' dalam banyak hal, sekarang berani ungkapkan pendapatnya dengan baik. Neil lebih paham tubuhnya dan kepribadiannya. Neil mulai kenal macam-macam profesi dan benang merahnya di kehidupan. Neil makin berani eksplorasi rasa ingin tahunya bersama guru dan temannya, ini yang dulu kadang menguap begitu saja karena dia hanya bicara dengan papa atau mama yang kadang bingung memfasilitasinya (maaf ya, sayang). Dan yang paling menyenangkan adalah adalah melihat seorang Neil menjadi anak yang sekolah dengan gembira! Neil excited tiap pagi mau sekolah online dan offline adalah milestone baru, bahkan saat terpaksa begadang menyelesaikan tugas dia tetap melakukannya dengan semangat 45.

'Kakak, apa yang kakak rasakan selama di Cikal?'
'Luar biasa, ma.'
'Gimana teman dan gurumu kak?'
'Baik2, semua suka membantu dan anaknya seru2.'
'Tugas projectnya kan banyak banget kak, mama aja sampe pusing lihat to do list kamu. Berat ya sayang?'
'Engga ma, aku seneng ko tugasnya, jadi ga berat. Kemarin itu aku belum bener atur waktunya, jadi kayak numpuk. Next aku kayaknya harus lebih rajin ikutin weekly plan. Aku mau nambah lagi pelajaran pilihannya boleh ya berarti? Aku tertarik ini...itu..(dengan jelasin panjang lebar).'
Lalu mama auto peluk Neil. Ah kakak, jadi pembelajar yang bahagia dan bisa berefleksi dengan baik adalah salah satu harapan papa mama di Cikal. Semoga ini memang sekolah yang tepat untuk membantumu membentuk kepribadianmu 🥰

Makasih ya, anak pejuangnya mama papa. Makasih mau belajar terus bareng kami untuk jadi apapun yang kamu mau. Papa mama bangga sama Kakak ❤️

https://www.instagram.com/p/CX3kQEavqYG/?utm_source=ig_web_copy_link